Mengenal disfungsi sensori integrasi pada anak
Perkembangan anak tak hanya terpaku pada kognitif dan emosi, namun juga harus memerhatikan benar kebutuhan sensorinya. Apakah terpenuhi atau malah justru berlebihan? Bagaimana sih penjelasannya?
• Begitu banyak hal yang bisa dipelajari dari pengasuhan dan tumbuh kembang seorang anak. Sebab, manusia sesungguhnya memang makhluk yang cukup rumit karena terdiri dari begitu banyak elemen yang harus saling terintegrasi. Nah, salah satunya adalah perihal sensori.
Sebelum lebih jauh bercerita, ada baiknya jika kita sama-sama mengenal; apa itu sensori integrasi? Belinda Agustya M.Psi, psikolog anak dari klinik Rainbow Castle mengibaratkan sensori intergrasi sebagai "Remote control" dari semua informasi yang masuk ke indera kita. Dia yang akan mengintegrasikan sensori mana saja yang harus bekerja untuk merespons terhadap situasi tertentu.
Misalnya saat ada informasi sebuah mainan yang berdenting di hadapan bayi, maka semua sistem indera akan bekerja sama merespons. Indera penglihatan akan melihat benda. Indera vestibular yaitu merangkak dan mendekati benda. Serta indera proprioseptif yang akan membantu mengatur jarak antara tangan bayi dan mainan untuk dapat meraihnya dengan tepat.
Sistem indera manusia sendiri terdiri dari 7 indera. Yakni indera penglihatan, indera penciuman, indera pendengaran, indera pengecap, indera peraba adalah 5 yang mendapat rangsangan dari luar. Sementara 2 lainnya mendapat rangsangan dari dalam tubuh; yakni, indera vestibular dan indera proprioseptif. Semua sistem sensori kita, menurut Belinda, harus terintegrasi dengan baik agar dapat berespons secara adaptif di lingkungan.
Sensori integrasi ini sendiri merupakan proses pada otak yang muncul secara otomatis (tidak harus dipikirkan), tugasnya mengorganisir informasi yang ditangkap indera kemudian memilah informasi tersebut untuk memilih fokus pada satu hal. Sehingga membuat kita menampilkan respons yang bertujuan. Hal ini merupakan fondasi awal untuk pembelajaran akademis dan perilaku sosial, lho.
Lalu, apakah bisa sensori integrasi ini mengalami disfungsi atau tidak bekerja dengan baik? Wah ternyata bisa. Di dalam buku Raising a Sensory Smart Child: The definitive handbook for helping your child with sensory processing issues tulisan psikolog Nancy Peske dan Lindsey Bill, ditulis bahwa masalah sensori adalah kesulitan dalam mengolah informasi menjadi perilaku yang tepat sesuai dengan informasi yang masuk.
Artinya, seseorang dikatakan mengalami disfungsi saat kondisi otak kesulitan menerima dan merespons informasi yang masuk melalui indera. Jadi, anak yang mengalami hal ini bisa bereaksi secara berlebihan atau tidak bereaksi sama sekali terhadap informasi sensori yang diterima. Analogi mudahnya dijabarkan dalam buku Sensory Integration and the Child, tulisan A. Jean Ayres Ph.D.
Bayangkan, ada 1 tim yang memiliki 8 orang pintar. Namun pekerjaan selalu kacau, karena ke-8 orang ini tidak saling berkomunikasi satu sama lain. Seperti itu, kira-kira anak yang mengalami disfungsi sensori integrasi. Neuron-neuron di otak mereka tidak saling berkomunikasi satu sama lain. Jadi misalnya, mata melihat tanngan memegang panci panas. Namun karena tidak saling berkomunikasi, otak tidak memerintahkan tangan untuk melepas diri dari panci. Akibatnya tangan pun bisa jadi terluka.
Nah, ternyata, integrasi dari indera-indera kita dalam menerima dan mengelola informasi yang diterima dapat memengaruhi perilaku, persepsi, emosi bahkan kognisi kita. Begitupun yang terjadi dengan anak-anak kita. Jadi, jika Anda merasa anak sering mengekspresikan emosi secara meledak-ledak, bisa jadi itu disebabkan ia memiliki isu sensori.
Beberapa contoh tanda awal masalah pada sensori peraba, misalnya: anak jadi kesal atau bahkan tidak terganggu sama sekali saat tangan, wajah dan bajunya kotor karena zat seperti lem, makanan dan pasir. Selain itu, anak biasanya merasakan kesakitan lebih atau tidak merasakan sakit -dibandingkan orang lain seusianya. Lain lagi tanda umum adanya masalah pada sensor proprioseptif; biasanya anak mengunyah baju atau objek lain lebih sering dari anak lain, lalu menghindari atau mencari untuk melompat, menabrakkan diri, mendorong, menarik, melambung dan menggantung.
Baca Juga :
Sudahkah Anda Mendahulukan Kepentingan Orang Lain
Sejarah Dakwah Rasulullah SAW
Kisah Nabi Adam as
Jadi, ya, masalah sensori dapat dialami siapa saja, bahkan orang dewasa. Namun, tidak usah panik, sebab masalah ini baru bisa dikatakan sebagai gangguan ketika dampaknya berlarut-larut dan menimbulkan masalah kesehatan. Selain itu, yang perlu diingat, gejala-gejala masalah sensori seperti tidak suka bahan baju tertentu, tantrum, impulsif tidak bisa dikatakan masalah sensori integrasi jika dialami anak usia 1,5 - 3 tahun, yang memang masih wajar terjadi di usianya.
Namun demikian, bila Anda mengalami kekhawatiran bahwa anak mengalami gangguan sensori, akan lebih baik jika langsung melakukan konsultasi ke klinik psikologi tumbuh kembang anak.
Bagikan kepada teman-teman Anda!
0 Response to "Mengenal disfungsi sensori integrasi pada anak"
Post a Comment